- Back to Home »
- Agama islam , Artikel »
- Email Dari Rasul
Posted by : Unknown
Jumat, 13 Desember 2013
Email Dari Rasul
Malam sudah cukup larut, namun
mata ini masih tak bisa terpejam. Semua tugas-tugas kantor yang kubawa pulang
sudah selesai, tak lupa kusediakan setengah jam sebelum pukul 23.00 untuk
membalas beberapa email yang baru sempat terbaca malam ini. Nyaris saja kupilih
menu ‘shut down’ setelah sebelumnya menutup semua jendela di layar komputer,
tiba-tiba muncul alert yahoo masuknya email baru. “You have 1 new
message(s)...”. Seperti biasanya, aku selalu tersenyum setiap kali
alert itu muncul, karena sudah bisa diduga, email itu datang dari orang-orang,
sahabat, saudara, kerabat, intinya, aku selalu senang menunggu kabar melalui
email dari mereka. Tapi yang ini ... Ooopss ... ini pasti main-main ... disitu
tertulis “From: Muhammad Rasul Allah”
Walaupun sudah seringkali
menerima junkmail atau beraneka spam, namun kali ini aku tidak menganggapnya
sebagai email sampah atau orang sedang main-main denganku. Maklum, meski selama
ini sering sekali teman-teman yang ‘ngerjain’, tapi kali ini, sekonyol-konyolnya
teman-teman sudah pasti tidak ada yang berani mengatasnamakan Rasulullah Saw.
Maka dengan hati-hati, kuraih mouse-ku dan ... klik ...
“Salam
sejahtera saudaraku, bagaimana khabar imanmu hari ini ...
Kebaikan apa yang sudah kau perbuat hari ini, sebanyak apa perbuatan dosamu hari ini ...”
Kebaikan apa yang sudah kau perbuat hari ini, sebanyak apa perbuatan dosamu hari ini ...”
Aku tersentak ... degub didada
semakin keras, sedetik kemudian, ritmenya terus meningkat cepat. Kuhela nafas
dalam-dalam untuk melegakan rongga dada yang serasa ditohok teramat keras
hingga menyesakkan. Tiga pertanyaan awal dari “Rasulullah” itu membuatku
menahan nafas sementara otakku berputar mencari dan memilih kata untuk
siap-siap me-reply email tersebut. Barisan kalimat “Rasulullah” belum selesai,
tapi rasanya terlalu berat untuk melanjutkannya. Antara takut dan penasaran
bergelut hingga akhirnya kuputuskan untuk membacanya lagi.
“Cinta
seorang ummat kepada Rasulnya, harus tercermin dalam setiap perilakunya. Tidak
memilih tempat, waktu dan keadaan. Karena aku, akan selalu mencintai ummatku,
tak kenal lelah. Masihkah kau mencintaiku hari ini?”
Air menetes membasahi pipiku,
semakin kuteruskan membaca kalimat-kalimatnya, semakin deras air yang keluar
dari sudut mataku.
“Pengorbanan
seorang ummat terhadap agamanya, jangan pernah berhenti sebelum Allah
menghendaki untuk berhenti. Dan kau tahu, kehendak untuk berhenti memberikan
pengorbanan itu, biasanya seiring dengan perintah yang diberikan-Nya kepada
Izrail untuk menghentikan semua aktifitas manusia. Sampai detik ini, pernahkah
kau berkorban untuk Allah?”.
Kusorot ketengah halaman ....
“Sebagai
Ayah, aku contohkan kepada ummatku untuk menyayangi anak-anak mereka dengan
penuh kasih. Kuajari juga bagaimana mencintai istri-istri tanpa sedikit melukai
perasaannya, sehingga kudapati istri-istriku teramat mencintaiku atas nama
Allah. Aku tidak pernah merasakan memiliki orangtua seperti kebanyakan ummatku,
tapi kepada orang-orang yang lebih tua, aku sangat menghormati, kepada yang
muda, aku mencintai mereka. Sudahkah hari ini kau mencium mesra dan membelai
lembut anak-anakmu seperti yang kulakukan terhadap Fatimah? Masihkah panggilan
sayang dan hangat menghiasi hari-harimu bersama istrimu? Sudahkah juga kau
menjadi pemimpin yang baik untuk keluargamu, seperti aku mencontohkannya
langsung terhadap keluargaku?.
Satu hentakkan pagedown lagi ...
“Aku
telah memberi contoh bagaimana berkasih sayang kepada sesama mukmin, bersikap
arif dan bijak namun tegas kepada manusia dari golongan lainnya, termasuk
menghormati keberadaan makhluk lain dimuka bumi. Saudaraku ...”
Cukup sudah. Aku tak lagi sanggup
meneruskan rentetan kalimatnya hingga habis. Masih tersisa panjang isi email
dari Rasulullah, namun baru yang sedikit ini saja, aku merasa tidak kuat. Aku
tidak sanggup meneruskan semuanya karena sepertinya Rasulullah sangat tahu
semua kesalahan dan kekuranganku, dan jika kulanjutkan hingga habis, yang pasti
semuanya tentang aku, tentang semua kesalahan dan dosa-dosaku.
Kuhela nafas panjang
berkali-kali, tapi justru semain sesak. Tiba-tiba pandanganku menjadi gelap,
entah apa yang terjadi. Sudah tibakah waktuku? Padahal aku belum sempat
me-reply email Rasulullah itu untuk memberitahukan kepada beliau bahwa aku
tidak akan menjawab semua emailku dengan kata-kata. Karena aku yakin, Rasul
lebih senang aku memperbaiki semua kesalahanku hari ini dan hari-hari
sebelumnya, dari pada harus bermanis-manis mengumbar kata memikat hati, yang
biasanya tak berketerusan dengan amal yang nyata.
Pandanganku kini benar-benar
gelap, pekat sampai tak ada lagi yang bisa terlihat. Hingga ...
nit... nit... alarm jam tanganku berbunyi. 00.00 WIB. Ah,
kulirik komputerku, kosong, kucari-cari email dari Rasulullah di inbox-ku.
Tidak ada. Astaghfirullaah, mungkinkah Rasulullah manusia mulia itu
mau mengirimi ummatnya yang belum benar-benar mencintainya ini sebuah email? Ternyata
aku hanya bermimpi, mungkin mimpi yang berangkat dari kerinduanku akan bertemu
Rasul Allah. Tapi aku merasa berdosa telah bermimpi seperti ini. Tinggal kini,
kumohon ampunan kepada Allah atas kelancangan mimpiku. Wallahu ‘a’lam
bishshowaab