- Back to Home »
- Bagaimana seorang muslim berfikir
Posted by : Unknown
Minggu, 01 Desember 2013
SEKELUMIT TEN TANG PENGARANG
Dengan nama pena HARUN YAHYA, pengarang telah menulis banyak buku-buku yang berhubungan
dengan masalah politik dan agama. Sejumlah besar karya monumentalnya berbicara
tentang cara pandang dan ideologi materialistik serta pengaruhnya terhadap
se- jarah dan perpolitikan dunia. (Nama pena tersebut berasal dari dua nama
Nabi: Harun [Aaron] dan Yahya [John] untuk mengenang dua orang Nabi yang berjuang melawan kekufuran).
Buku-buku karya pengarang:
Yahudi dan Freemasonri, Freemasonri dan Kapitalisme,
Freemasonri: Agama Syaitan, Anak-Anak Jehovah dan Freemason, Tata Masonik Baru,
'Tangan Rahasia' di Bosnia, Kebohongan
Holocaust, Di Balik Tirai Terorisme,
Kartu-Kurdi Israel, Strategi Nasional Turki, Moral
Qur'ani: Solusi, Permusuhan Darwin Terhadap Bangsa Turki, Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang Diadzab, Zaman Keemasan,
Keagungan Warna Ciptaan Allah, Hakikat Kehidupan Dunia, Pengakuan
Kaum Evolusionis, Kesalahpahaman Kaum Evolusionis,
Al-Qur'an Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan, Desain Pada Alam, Perilaku
Pengorbanan Diri dan Kecerdasan Pada
Makhluk Hidup, Keabadian Telah Berlangsung, Anakku Darwin Telah Berbohong!,
Berakhirnya Darwinisme, Penciptaan
Alam
Semesta, Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu, Keabadian
dan Hakikat Takdir, Keajaiban
Atom,
Keajaiban Sel, Keajaiban Sistem Kekebalan, Keajaiban Mata, Keajaiban Penciptaan
Tumbuhan,
Keajaiban Laba-Laba, Keajaiban Nyamuk, Keajaiban
Lebah, Keajaiban Semut.
Terdapat pula karya-karyanya dalam bentuk booklet: Misteri
Atom,
Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta
Penciptaan, Keruntuhan Materialisme,
Berakhirnya Materialisme, Kesalahan Kaum
Evolusionis 1, Kesalahan Kaum Evolusionis
2, Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi, Fakta Penciptaan, 20 Pertanyaan
Yang Meruntuhkan Teori Evolusi, Kebohongan Terbesar
Dalam Sejarah Biologi:
Darwinisme.
Karya-karya pengarang
yang berhubungan dengan
Al-Qur'an: Pernahkah Anda Berpikir Tentang Kebenaran?,
Mengabdi Hanya Kepada
Allah, Meninggalkan Masyarakat
Jahiliyyah, Surga, Teori Evolusi, Nilai Akhlaq Dalam Al-Qur'an, Ilmu Al-Qur'an, Index Al-
Qur'an, Hijrah di Jalan Allah, Sifat Munafiq Dalam Al-Qur'an, Rahasia Orang Munafiq, Nama-Nama
Allah
Yang Agung, Berdakwah dan Berdebat Dalam
Al-Qur'an, Konsep- Konsep Dasar
Dalam Al-Qur'an, Jawaban-Jawaban Al-Qur'an, Kematian, Kebangkitan dan Neraka, Perjuangan Para Rasul, Syaitan:
Musuh Nyata Manusia, Agama Berhala, Agama Kaum Jahiliyyah, Kesombongan Syaitan, Doa Dalam Al-Qur'an, Hari Kebangkitan, Jangan Pernah Lupa, Penilaian Al-Qur'an Yang Terabaikan, Karakter Manusia Dalam Masyarakat
Jahiliyyah, Pentingnya Sabar Dalam
Al-Qur'an, Pengetahuan Dasar Dari
Al-Qur'an, Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3, Pemikiran
Dangkal Tentang
Kekufuran, Iman Yang
Sempurna, Sebelum Menyesal,
Perkataan Para Rasul, Kasih Sayang Orang Mukmin,
Takut Kepada Allah, Mimpi Buruk Kekafiran, abi Isa
Akan
Kembali, Al-Qur'an
Memberi Keindahan Pada Kehidupan, Kumpulan
Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4.
Bagaimana
Seorang Muslim
Berpikir?
Hak Cipta© Harun Yahya 2000 CE
Diterbitkan pertama kali oleh Vural Yayıncılık, Istanbul, Turki - bulan September 1999
Edisi Pertama dalam Bahasa Indonesia diterbitkan bulan Februari 2001
Diterbitkan oleh:
Robbani Press
Jl. Kaliasari
Raya No. 3B, Pasar Rebo, Jakarta 13790, Indonesia
Tel. (62) 021 8770 4917
Fax. (62) 021 8088 3152
Website: http://www.robbanipress.co.id
E-Mail: aunur@eramoslem.com
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Tidak diperkenankan untuk mereproduksi
sebagian atau keseluruhan isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin penerbit.
Oleh Harun Yahya
Diterjemahkan oleh : Catur Sriherwanto
ISBN 979-9078-74-1
Printed and bound by: Secil Ofset in İstanbul
Address: Yüzyıl Mahallesi MAS-SIT
Matbaacılar Sitesi
4. Cadde No:77 Bağcılar- İstanbul / TURKEY
Website: http: // www.harunyahya.org - http: // www.harunyahya.com http: // www.harunyahya.net
Bagaimana
Seorang Muslim
Berpikir?
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Aali ‘Imraan, 3:191)
HARUN YAHYA
|
|
|
||
|
|
|||
|
|
K E P A D
A
P
E M
B A
C A
|
|
|
|
Dalam semua
buku karya pengarang, bahasan-bahasan yang
berhubungan dengan keimanan diuraikan berdasarkan petunjuk ayat- ayat Al-Qur'an, masyarakat diajak untuk mempelajari kalam Allah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup.
Semua pokok bahasan
yang berhubungan dengan
ayat-ayat Allah diuraikan dengan cara yang demikian sehingga tidak menyisakan ruang keragu-raguan atau tanda tanya dalam
pikiran para pembaca. Penyampaian pesan secara
ikhlas, sederhana dan fasih yang digunakan memudahkan setiap orang dari segala umur dan lapisan
sosial untuk dapat
memahami buku-bukunya. Cara penjelasan yang efektif dan lugas membuat
buku-buku tersebut dapat dibaca
dalam waktu yang relatif
singkat. Bahkan mereka yang sangat anti terhadap
hal-hal yang berbau
agama mampu terpengaruhi oleh fakta-fakta yang dipaparkan dalam
buku-buku tersebut serta
tidak mampu menolak kebenaran isinya.
Buku ini dan juga buku-buku lain karya pengarang dapat dibaca secara individu ataupun dipelajari dalam
kelompok sebagai bahan
diskusi. Pembacaan buku-buku tersebut dalam sebuah kelompok pembaca yang memiliki keinginan untuk mengambil manfaat
darinya akan sangat baik,
dalam arti bahwa
para pembaca dapat
menyampaikan pemahaman dan pengalaman mereka satu sama lain.
Juga, peran
serta dalam penyampaian dan pembacaan buku-buku ini, yang ditulis hanya
karena mengharap ridha Allah, adalah
suatu amal kebaikan terhadap Islam.
Semua buku-buku karya
pengarang sangat berpengaruh kepada para pembaca. Oleh sebab itu, mereka yang ingin mendakwahkan Islam
kepada orang lain,
salah satu cara yang efektif
|
|
||
|
|
adalah mengajak mereka untuk
membaca buku-buku tersebut.
|
|
|
|
|
|
||
|
|
Pendahuluan 8
Berpikir Mendalam: 12
Tentang Apakah Manusia Biasanya Berpikir? 24
Alasan-Alasan Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir? 28
Hal-hal Yang Perlu Dipikirkan 40
Memikirkan Ayat-ayat Al-Qur’an 100
Kesimpulan 114
|
ernahkah anda
memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah
diciptakan dari sebu- ah ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda
li- hat di ruang tamu, yang tumbuh
dari tanah yang hitam, ternyata memi- liki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan
seekor nyamuk, yang sangat meng-
ganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan
kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatn-
ya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan se-
perti pisang, semangka, melon dan jeruk
berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging
buahnya sedemikian rupa sehingga
rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang
secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur,
yang menghancur luluhkan ru- mah, kantor
dan kota
anda hingga rata dengan tanah
sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan segala
sesuatu yang an- da miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir
bahwa kehidupan anda berlalu dengan
sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun
kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan
dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa
suatu hari nanti,
malaikat maut yang diutus oleh
Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian,
pernahkan anda berpikir mengapa manusia demiki- an terbelenggu oleh kehidupan
dunia yang sebentar lagi akan
mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka
jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk
yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Na- mun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang tera-
mat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya seba- gian manusia
hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki
tingkat kemampuan berpikir
10 BAGAIMANA SEORANG MUSLIM
BERPIKIR?
"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah
manusia akan tetapi tidak berguna lagi
mengingat itu baginya. Dia men- gatakan, "Alangkah
baiknya kiranya aku dahulu mngerjakan
(amal
saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al- Fajr, 89:23-24)
yang seringkali ia
sendiri tidak menyadarinya. Ketika
mulai menggunakan kemampuan berpi- kir tersebut, fakta-fakta yang sam- pai
sekarang tidak mampu diketa- huinya, lambat-laun mulai terbuka
di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin
bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin
sekali berlaku bagi se-
tiap orang. Harus disadari bahwa tiap
orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan
akalnya semaksimal mungkin.
Buku ini ditulis dengan
tuju- an mengajak manusia
"berpikir se-
bagaimana mestinya" dan menga-
rahkan mereka untuk "berpikir sebagaimana
mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran
dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya
ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam,
dan arti keberadaan dirinya di du- nia. Padahal,
Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tuju-
an sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya me- lainkan
dengan haq, tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu
mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembali- kan kepada Kami?" (QS. Al-Mu’minuun, 23:115)
Oleh karena itu, yang paling pertama
kali wajib untuk dipikirkan se- cara
mendalam oleh setiap
orang ialah tujuan
dari penciptaan dirinya,
ba- ru kemudian segala sesuatu
yang ia lihat di alam sekitar serta segala ke- jadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya.
Manusia yang ti-
dak memikirkan hal ini, hanya akan
mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan sega- la amal perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban, tiap ma-
nusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu in- gatlah manusia
akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan
(amal saleh) untuk
hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)
Padahal Allah telah memberikan
kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir
atau merenung untuk
kemudian mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk
memahami kebe- naran, akan
menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhi- rat kelak. Dengan alasan inilah,
Allah mewajibkan seluruh manusia, me-
lalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenung- kan penciptaan diri mereka sendiri
dan jagad raya:
"Dan mengapa
mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mere- ka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya melainkan
dengan tujuan yang benar dan waktu
yang ditentu- kan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ing- kar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum,
30: 8)
Cj3erpikir
anyak yang beranggapan
bahwa untuk "berpikir secara men- dalam", seseorang perlu memegang
kepala dengan kedua tela-
pak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sun-
yi, jauh dari keramaian
dan segala urusan yang ada. Sungguh,
mereka te- lah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai
sesuatu yang mem- beratkan dan menyusahkan. Mereka
berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan
"filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan,
Allah mewajibkan manusia untuk
berpikir secara mendalam atau merenung.
Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk di-
pikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turun- kan
kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang- orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa
setiap orang hendaknya berusaha
secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman
berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk
berpikir mendalam akan terus-menerus
hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti
"ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobo- han".
Kelalaian manusia yang tidak berpikir
adalah akibat melupakan atau
secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini
adalah jalan hidup yang sangat berba- haya yang dapat menghantarkan seseorang
ke neraka. Berkenaan
dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia
agar tidak termasuk
dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah
(nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al- A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka
peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus.
Dan mereka dalam kelalaian dan mereka ti- dak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah
menyebutkan tentang mereka yang berpikir
secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada ke-
benaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti
para pendahulu mereka secara
taklid buta tanpa berpikir, ataupun
hanya sekedar mengi- kuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang
tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mere- ka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman
kepada Al- lah. Tetapi karena
tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada
Allah. Mentalitas golon- gan
ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padan- ya,
jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu
tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah
Yang Empunya langit
yang tujuh dan Yang Em-
punya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu
tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah:
"(Kalau demi- kian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran
kepada mereka, dan se- sungguhnya mereka benar-benar
orang-orang yang berdusta."
(QS. Al- Mu’minuun, 23: 84-90)
Berpikir dapat membebaskan seseorang daribelenggu sihir
Dalam ayat di atas,
Allah bertanya kepada
manusia, "…maka dari ja-
lan manakah
kamu ditipu
(disihir)?. Kata disihir atau tersihir
di sini
mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai ma- nusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan
untuk berpikir be-
rarti bahwa akal
tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, ber- perilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat
kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar
dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami
sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat
membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi
di sekitarnya. Ia ti-
dak mampu melihat bagian-bagian rumit
dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan
selama ribuan tahun serta menjauh- kan diri dari berpikir sehingga seolah-olah
telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut
dapat dikiaskan seba- gaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi
terdapat sebuah lapisan mendidih yang
dinamakan magma, padahal
kerak bumi sangatlah
tipis. Tebal lapisan ke- rak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal ku- lit apel
dibandingkan buah apel itu sendiri.
Ini berarti
bahwa magma yang membara tersebut
demikian dekatnya dengan kita, dibawah
telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui
bahwa di bawah permukaan bumi ada la- pisan yang mendidih dengan suhu yang
sangat panas, tetapi manusia ti- dak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak sa- udara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka ba-
ca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak ju- ga
memikirkannya.
Ijinkanlah kami
mengajak anda berpikir sebentar tentang
masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ke-
pada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada.
Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apa-
bila diberitahukan bahwa di
bawah tempat dia berdiri terdapat
sebuah bola api mendidih yang dapat
memancar dan berhamburan
dari permu- kaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus?
Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu
bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang men- gapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut
ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki
potensi bahaya yang lebih besar di- bandingkan materi bumi terse-
but, misalnya: meteor-me-
teor dengan berat berton- ton yang bergerak dengan
leluasa di dalamnya.
Bu-
kan tidak mungkin meteor-mete-
Sebagaimana terlihat pada gambar di atas, di bawah permukaan
bumi terdapat sebuah
lapisan magma.
Akibat
pergerakan lapisan-lapisan di
bagian permukaan, mag- ma mendorong kerak bumi ke arah permukaan
sehingga menyebabkan letusan
vulkanik.
Lava yang memancar
dari gunung berapi Etna di Itali, yang mele-
turs pada tahun 1992, terli- hat seperti "sungai api"
(bawah)
or tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang
ini mampu
untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang
penuh dengan bahaya yang setiap
saat mengan- cam jiwanya. Ia pun
akan berpikir pula bagaimana mungkin
manusia dapat hidup dalam sebuah planet
yang sebenarnya senantiasa berada di
ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar
bahwa kondisi ini hanya
terjadi karena adanya
sebuah sistim yang sem- purna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia
tinggal, me- miliki bahaya yang luar
biasa besarnya, namun padanya terdapat
sistim keseimbangan yang sangat
akurat yang mampu mencegah bahaya
terse- but agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, me-
mahami bahwa bumi dan segala makhluk
di atasnya dapat melangsung-
kan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak
Allah, disebab- kan oleh
adanya keseimbangan alam yang sempurna
dan tanpa
cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah
satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu
dalam memahami ba- gaimana
"kondisi lalai" dapat mempengaruhi
sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berak-
hir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia.
Mereka melakukan pe- kerjaan seakan-akan di dunia tidak
ada kematian. Sungguh,
ini adalah se- buah bentuk sihir atau mantra yang
terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada
yang berbicara tentang kematian,
orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini
membeleng- gu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang
mengabiskan seluruh hidupnya untuk
membeli rumah yang bagus, pen-
ginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah
yang bagus, tidak ingin berpikir
bahwa pada suatu ha-
ri mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ata-
upun anak-anak beserta
mereka. Akibatnya, daripada melakukan
sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah
mati, mereka memilih untuk
tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat
atau lambat
setiap manusia pasti akan menemui
ajalnya. Setelah itu,
percaya atau
tidak, setiap orang akan memulai
sebu- ah kehidupan
yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut
berlangsung di surga
atau di neraka, tergantung dari
amal perbuatan se- lama hidupnya yang
singkat di dunia. Karena hal
ini adalah
sebuah ke- benaran yang pasti akan
terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa
ma- nusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang te- lah
menutup atau membelenggu mereka akibat
tidak berpikir dan mere- nung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelala- ian, akan melihat
kebenaran dengan mata kepala mereka
sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al- Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Ka- mi singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi)
matamu, maka peng- lihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat
ti- dak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah
ia di- bangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan
sega- la amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi
bahwa manusia mungkin saja membiarkan di- rinya secara sengaja untuk
dibelenggu oleh sihir
tersebut. Mereka berang-
gapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan
tent- ram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk
me- rubah kondisi yang demikian serta
melenyapkan kelumpuhan mental atau
akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengeta- hui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; ma- nusia
yang merenung dan berpikir
akan mampu melepaskan diri dari be- lenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan me-
mahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa
yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah cip- takan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir
kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khu-
sus. Seseorang dapat
berpikir sambil berjalan
di jalan raya,
ketika pergi ke
kantor, mengemudi mobil, bekerja
di depan komputer, menghadiri perte- muan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang
makan si- ang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat
ratu- san orang berada
di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir
tentang berbagai macam hal. Dalam
benaknya tergambar pe-
nampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama
sekali berbeda satu sama lain. Tak
satupun diantara mereka yang mirip dengan yang
lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota
tubuh yang sama, misalnya sama-sama
mempunyai mata, alis, bulu mata,
tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi me- reka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir
sedikit men- dalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun,
se- muanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang
ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia
yang sedang lalu lalang dan
bergegas menu-
ju tempat tujuan mereka
masing-masing, dapat memunculkan
beragam pikiran di benak
seseorang. Ketika pertama kali memandang,
muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya
banyak ini terdiri
atas individu-in- dividu yang khas
dan unik.
Tiap
individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara
hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta
perasaannya sendiri. Secara umum,
setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, beker- ja, menikah,
mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-
Kerumunan manusia ini mengajak
manusia
untuk
merenungkan ciptaan Allah yang agung. Sejak dunia ini ada, Allah telah
menciptakan milyaran wajah
manusia yang berbeda satu sama lain.
anaknya, menjadi tua,
menjadi nenek atau kakek dan
pada akhirnya me- ninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup
semua manusia tidaklah
jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hi- dup
di perkampungan
di kota
Istanbul atau di kota besar
seperti Mexi- co, tidak ada bedanya
sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan ma- ti, seratus
tahun lagi mungkin tak satupun
dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari
kenyataan ini, seseorang akan berpi-
kir dan bertanya
kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan
mati, lalu apakah gerangan
yang menyebabkan manusia bertingkah la- ku seakan-akan mereka tak
akan pernah meninggalkan dunia ini?
Sese- orang yang akan mati sudah
sepatutnya beramal secara sungguh-sung- guh untuk kehidupannya setelah mati;
tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah
hidup mereka di
dunia tak akan per- nah
berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-
hal semacam ini
lah yang
dinama- kan orang yang berpikir
dan menca- pai kesimpulan
yang sangat
ber- makna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar
manusia tidak berpikir tentang masalah
kematian dan apa yang terjadi
setelahnya. Ke- tika mendadak ditanya,"Apakah
yang sedang anda pikirkan
saat ini?", maka akan terlihat
bahwa me- reka sedang memikirkan segala se- suatu yang
sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan,
sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mere- ka. Namun, seseorang
bisa juga
"berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh
hikmah" dan "penting" seti- ap
saat semenjak bangun
tidur hing- ga kembali ke tempat tidur, dan
"Tiap-tiap yang berji-
wa akan merasakan mati. Dan
sesungguh- nya pada hari kiamat sajalah disempur- nakan pahalamu. Barangsiapa di- jauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga maka
sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu
tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan."
(QS. Aali ‘Imraan,
3:185)
mengambil pelajaran ataupun
kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beri-
man memikirkan
dan merenungkan
secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran
yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan lan- git dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau mencip- takan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali ‘Imraan,
3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beri- man adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu
melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Il- mu serta Kebijaksanaan Allah.
Berpikir dengan ikhlas
sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar sebuah
perenungan
menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan
yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang
melihat orang lain dengan pe- nampilan fisik yang lebih baik dari dirinya.
Ia lalu merasa dirinya rendah
karena kekurangan yang ada pada
fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan.
Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki
Allah. Jika ridha Al- lah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan
Allah
yang sempurna. Dengan melihat
orang yang rupawan sebagai
sebuah keindahan yang Al-
lah
ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada
Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirin- ya
sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak.
Hal serupa seringkali dialami oleh
se- orang hamba yang sedang diuji oleh Allah
untuk mengetahui apakah da-
lam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai
Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan
dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melaku- kan perenungan ataupun proses berpikir
yang mendatangkan kebahagi- aan di akhirat,
masih ditentukan oleh kemauannya dalam
mengambil pe- lajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah
ditekankan disini bahwa
seseorang hendaknya selalu
berpikir secara ikh- las
sambil menghadapkan diri kepada
Allah. Allah berfirman dalam Al- Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya
dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah
mendapat pe- lajaran
kecuali orang-orang yang kembali
(kepada Allah)." (QS. Ghaafir,
40: 13).
7entang apaknh
....n..u..sia cniasanya cnerpikir?
alam bab terdahulu
telah disebutkan bahwa kebanyakan ma- nusia tidak berpikir
sebagaimana seharusnya mereka berpikir
dan tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mere-
ka. Namun ada
satu hal lagi yang penting
untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu
selalu terlintas dalam benak ma-
nusia setiap saat sepanjang
hidupnya. Hampir tidak ada masa, kecuali ke-
tika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar kosong. Sayangnya, seba-
gian besar dari pikiran-pikiran
ini tidak berguna,
"sia-sia" dan "tidak
per- lu", sehingga tidak
akan bermanfaat di akherat kelak,
tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk
mengingat apa-apa yang telah
dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan memeriksanya dengan seksama di
penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan se- bagian dari padanya bermanfaat, maka
boleh jadi ia tertipu. Sebab seca- ra
keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya
benar adakalanya ternyata tidak akan mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang
waktu dengan melakukan pekerjaan yang
sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan waktunya secara sia-sia
dengan terbawa oleh pikiran-pi- kiran yang tidak bermanfaat. Dalam ayat:
"Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman…yaitu…(dan) orang-orang yang menjauhkan diri
dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna"
(QS. Al-Mukmi- nun, 23 :1&3) Allah mengajak manusia
agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah
Allah di ayat tersebut juga ber-
laku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam
benak seseorang. Seseorang dengan sadar
mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang dalam
perjalanan pulang ke rumah, seseorang
memikirkan rencana untuk ber-
belanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang
pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak
terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-me- nerus
sepanjang hari. Padahal, yang kuasa mengontrol
pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya
sendiri. Setiap orang
memiliki kemampuan un-
26 BAGAIMANA SEORANG MUSLIM
BERPIKIR?
tuk memikirkan sesuatu yang dapat
memperbaiki keadaan dirinya; me- ningkatkan
keimanan, kemampuan berpikir, perilaku; serta memperbaiki
keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini
akan diuraikan beberapa hal yang
pada umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut
dijelaskan secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang lalai, dan yang
membaca buku ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang
sebagaimana disebutkan di buku ini terlintas dalam
benak mereka ketika dalam
perjalanan ke tem- pat kerja atau ke sekolah; atau
ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin,
mereka tidak lagi berpikir tentang
hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya mereka
akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka
dan berpi- kir segala sesuatu
yang benar-benar berguna bagi diri mereka.
Khayalan yang tidak bermanfaat.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang baik
akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau menga- lami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi dalam benaknya,
dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan
ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah belajar un- tuk menghadapi
ujian kadangkala membuat sebuah skenario
sebelum ujian tersebut berlangsung
dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya tidak lulus ujian?
Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh
pe- kerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cu- kup,
maka ia tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai
pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian
tersebut akan terbuang
percuma. Tambahan
lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi
jika anak la- ki-laki teman dekatnya ternyata
lulus sedang anaknya
sendiri gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal anaknya be- lum melaksanakan ujian. Seseorang
yang jauh dari agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada sebabnya.
Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-angan kosong adalah di-
karenakan mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:
"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan mem- bangkitkan
angan-angan kosong pada mereka ..." (QS. An-Nisaa’, 4: 119)
Sebagaimana termaktub dalam
ayat di atas, mereka yang
terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan
Allah, tidak berpikir, dan senan-
tiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang
tertipu oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan berusaha meninggalkan kondi- si yang demikian, ia akan berada
dalam kendali syaitan
secara penuh. Sa- tu diantara pekerjaan syaitan yang
patut diketahui adalah senantiasa me- nimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam diri ma-
nusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan kekhawa- tiran seperti: "apa yang
akan saya perbuat jika akan terjadi yang demiki- an" terbentuk
dalam benak seseorang
akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan
jalan keluar dari keadaan yang buruk
ini. Dalam Al-Qur'an, ketika
niatan-niatan jahat syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk
minta perlindungan kepada
Allah dan mengin- gat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari
syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka me- lihat
kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman
mereka (orang-orang
kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mere- ka tidak henti-hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf,
7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan
dalam ayat tersebut, mereka yang
berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar,
sebaliknya mereka yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan
menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan
se- macam ini tidak akan mendatangkan
manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya,
menghambat mereka dari
memikirkan tentang kebenaran, hal-hal
yang penting; dan mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia
mampu berpikir secara benar jika akalnya telah bebas da- ri pikiran yang sia-sia dan tidak
bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan diri dari apapun yang
tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
3aktor{aktor 0!fpaluzh
~ng ebalJlum Ul1anasia 7it1Jt ~ (".v"e;')rpu.Jt~tr.."
da banyak sebab yang
menghalangi manusia untuk berpi- kir.
Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mence- gah seseorang
untuk berpikir dan memahami kebenaran.
Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang
mencari faktor-faktor yang
menyebabkan mereka berada dalam
kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang
pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an
Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir
dangkal:
"Mereka hanya mengetahui
yang lahir
(saja) dari kehidupan dunia; se- dang
mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa me- reka
tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak men- jadikan langit
dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya melainkan
dengan tujuan yang benar dan waktu
yang ditentukan. Dan sesungguhn- ya kebanyakan di antara manusia
benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum,
30: 7-8)
Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang
Satu sebab
yang membuat kebanyakan orang tersesat
adalah keyaki- nannya bahwa apa yang
dilakukan "sebagian besar"
manusia adalah be- nar. Manusia
biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh
orang-orang disekitarnya, daripada berpikir
untuk mencari sendiri kebe- naran dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pa- da mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanya-
kan orang, atau bahkan
tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah
beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh:
sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak mem- biarkan satu orang pun berbicara mengenai
masalah ini untuk mengin- gatkan tentang kematian. Seseorang yang berada
dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak
ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut
menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian
sama sekali. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai
orang yang takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat
mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh
tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ke- tidakadilan, ketidakjujuran,
kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pen- curian, penggelapan uang diberitakan
di TV dan majalah-majalah. Ribu- an orang yang membutuhkan bantuan
disebutkan setiap hari.
Tetapi ban- yak dari mereka
yang membaca berita-berita tersebut, membolak-balik
halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya. Pada umumnya, manusia
tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
peristiwa yang se- demikian mengenaskan; serta apa yang dapat
mereka
lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding
orang atau pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan se- enaknya
mereka melontarkan
kata-kata seperti "apakah menjadi tang-
gung jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?"
Kemalasan mental
Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan ma- nusia dari berpikir.
Akibat kemalasan
mental, manusia melakukan segala sesuatu seba- gaimana yang pernah mereka saksikan
dan terbiasa mereka lakukan.
Un- tuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang
di- gunakan para ibu rumah tangga
dalam membersihkan rumah adalah se- bagaimana yang
telah mereka lihat
dari ibu-ibu
mereka dahulu.
Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana
membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih
bersih" dengan kata lain, berusaha
menemukan cara baru. Demikian
juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya
menggunakan cara yang telah diajar- kan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan beru- saha menemukan
cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya gu-
na. Cara berbicara orang-orang ini juga
sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan
yang lain yang pernah ia
lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penju-
al…..dan orang-orang dari latar belakang apapun mempunyai cara bica- ra
yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat, paling
baik dan paling menguntungkan dengan berpikir.
Mereka sekedar meni- ru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah
yang dipakai juga menunjukkan kemala- san dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah, seorang
manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebaga- imana yang telah dipakai
oleh manajer sebelumnya. Atau seorang wali- kota berusaha
mencari jalan keluar tentang masalah
jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh
walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari
pemecahan yang baru dikarenakan ti- dak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidu- pan manusia jika tidak
ditangani secara benar. Padahal
masih banyak ma- salah
yang lebih penting dari itu
semua. Bahkan jika tidak dipikirkan,
akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penye- bab
kerugian tersebut
adalah kegagalan seseorang dalam berpikir
ten- tang tujuan keberadaannya di
dunia; ketidakpedulian akan kematian se- bagai suatu kenyataan yang tidak dapat
dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manu-
sia untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, dan lenyap- lah
dari mereka apa yang
selalu mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat
menjadi orang-orang yang paling merugi.
Sesungguhnya orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
saleh dan merendahkan
diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan
kedua golongan itu (orang- orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat
dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelaja-
ran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)
"Maka
apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak
da- pat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pela- jaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)
Anggapan bahwa berpikir
secara mendalam tidaklah baik
Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpi-
kir secara mendalam tidaklah baik. Mereka
saling mengingatkan satu sa- ma lain dengan mengatakan "jangan terlalu
banyak berpikir, anda akan kehilangan
akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang
didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama.
Yang seha- rusnya dihindari
bukanlah tidak berpikir, akan tetapi
memikirkan kebu- rukan; atau terjerumus dalam
keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan
yang kuat kepada Allah dan hari akhir,
tidak berpikir mengenai hal-hal yang
baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga
hasil yang tidak bermanfaatlah
yang pada akhirnya muncul dari perenungan
mereka. Mereka berpikir,
misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal
ini menjadikan mereka putus hara-
pan. Sebab secara sadar mereka tahu
bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah
Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhi-
rat. Sebagian dari mereka bersikap
pesimistik karena berkeyakinan bah-
wa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama
sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara.
Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk
memulai sebuah perjuangan
atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupann- ya yang hakiki dan
abadi di akhirat. Karena tahu bahwa
hidup ini cepat atau lambat akan berakhir,
ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat
sangat tenang. Tak satupun peristiwa
yang menimpanya dalam kehidupan
yang sementara ini membuatnya marah.
Dengan ceria ia selalu berpikir tentang
harapan untuk meraih kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga
sangat menikmati ke- berkahan dan keindahan
dunia. Allah telah menciptakan kehidupan du- nia dengan
tidak sempurna dan penuh kekurangan
sebagai ujian bagi manusia. Ia
berpikir bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak kenikmatan untuk ma-
nusia, maka sudah pasti kehidupan surga
amat tak terbayangkan lagi ke- indahannya. Ia mendambakan untuk melihat
keindahan yang hakiki di akhirat. Dan ia
memahami semua hal tersebut setelah
berpikir secara mendalam.
Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan apa yang diperoleh dari berpikir
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan
menghindarkan diri dari berpikir, dan
mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri
dari beragam masalah.
Satu diantara banyak hal yang sangat
menipu manusia adalah anggapan bahwa
mereka
akan dapat
membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara ti- dak
berpikir. Inilah sebab utama
yang membuat mereka
tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir
bah- wa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan
abadi setelah mati, maka ia wajib
bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati. Tetapi
ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut
akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan
akhirat. Ini adalah kekeliruan yang
sangat besar, dan jika seseorang
tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari
bahwa tidak ada jalan
keluar baginya untuk meloloskan diri.
"Dan datanglah
sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang ka- mu
selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah
sangkakala. Itulah hari terlak- sananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
Tidak berpikir akibat
terlenakan oleh kehidupan
sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka da- lam "ketergesa-gesaan".
Ketika mencapai umur tertentu, mereka
harus
bekerja dan menanggung hidup diri mereka
dan keluarga mereka. Mere-
ka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus
bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang
lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah
mana saja kehidu- pan mereka ini
membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi ti- dak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya
manusia memiliki tujuan hidup hanya se- kedar menghabiskan waktu; bergegas pergi
dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan
sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh ja- lan hidup
yang sebenarnya. Tidak ada satu orang
pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar
di universitas atau mem-
beli rumah. Sudah barang tentu
manusia perlu melakukan ini semua da- lam hidupnya, namun yang mesti senantiasa
ada dalam benaknya ketika melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih
sayang dan surga Allah. Segala perbuatan
dan pekerjaan selain untuk tu- juan tersebut hanyalah berfungsi
sebagai "sarana" untuk membantu ma- nusia dalam meraih tujuan yang
sebenarnya. Menempatkan sarana seba- gai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang diden- gung-dengungkan syaitan
kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa
berpikir akan mudah
sekali menjadikan sarana
tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
tidak dapat di- ragukan bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang
bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepa-
da Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya
jika se-
seorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat
Allah dan hanya mengharapkan
imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh
masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan.
Ia telah melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat
digunakan sebagai sarana
un- tuk mencapai tujuannya,
yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia
merasa sangat menyesal karena te- lah melakukan
hal yang demikian.
Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu,
dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah
Satu diantara faktor yang paling penting dalam menghindarkan manusia dari berpikir
secara mendalam adalah
kesibukan yang berlebihan dengan masalah
sehari-hari.
menikmati
bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu seba- gaimana orang-orang yang sebelummu menikmati
bagiannya, dan kamu mempercakapkan
(hal yang batil)
sebagaimana mereka mempercakap- kannya. Mereka
itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat;
dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah,
9: 69).
Melihat segala sesuatu
dengan "penglihatan yang biasa", sekedar
melihat tanpa perenungan
Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, ma- nusia mungkin menemukan berbagai
hal yang luar biasa yang mendo- rong mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih
jauh apa yang sedang
mereka lihat tersebut. Namun setelah
sekian lama, mereka mulai terbiasa
dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda
ataupun kejadian yang mereka temui
setiap hari sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pen-
garuh terhadap
dirinya ketika pertama kali melihat
jenazah. Saat pertama kali satu di
antara para pasien mereka meninggal
dapat membuat mereka
termenung lama. Padahal
beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini
masih hidup, tertawa, memikirkan
rencana-rencana,
berbicara, menikma- ti hidup dengan wajah
yang ceria. Orang yang tadinya
hidup serta meli- hat dengan mata
yang ceria, berbicara tentang rencana masa
depan, me- nikmati sarapan di
pagi hari mendadak
terbaring tanpa ruh.
Ketika perta- ma kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk di-
autopsi, mereka berpikir
segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, ram- but
yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak se- orang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di be-
nak mereka. Lalu mereka pun berpikir:
bahan pembentuk semua manusia
adalah sama dan jasad
mereka akan
mengalami akhir yang serupa, yakni
mereka pun akan menjadi
seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang
melihat beberapa mayat dan men- dapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada ak-
hirnya menjadi terbiasa.
Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak
berlaku terhadap dokter
saja. Terhadap
kebanya- kan manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Seba-
gai contoh, ketika
seseorang yang biasa
hidup dalam kesusahan dikaruni- ai kehidupan
yang serba berkecukupan, ia akan
sadar bahwa semua yang ia miliki
adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi
lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan yang
indah, ia dapat membeli
apapun yang diinginkannya, menghangatkan ru- mahnya
di musim
dingin sekehendaknya, dengan
mudahnya pergi dari
satu tempat ke tempat
yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain
yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan
yang sebelumnya, ia akan merasa
bersyukur dan baha- gia. Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki
kesemua ini sejak lahir
mungkin tak pernah terlalu
memikirkan tentang nilai dari semua
kenik- matan tersebut. Jadi, penilaian
terhadap segala
kenikmatan ini tidak mungkin
dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi
seseorang yang mau merenung, tidaklah
menjadi persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir
atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat
apa yang dimilikin- ya sebagai sesuatu yang
biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengam- bil
semua kenikmatan yang ada darinya.
Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika
menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan,
mereka akan
berdoa:
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila
kamu telah duduk di atasnya; dan
supaya kamu men- gatakan:"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi ka- mi padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya, dan sesung- guhnya kami akan kembali kepada
Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43:
13-14)
Di ayat lain,
dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun
atau taman-taman mereka,
mereka mengingat
Allah seraya berkata,
"Atas kehendak Allah semua ini terwujud,
tiada
kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah" (QS.
Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah
isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak mereka:
Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini. Sebaliknya,
seseorang yang tidak berpikir mung- kin takjub ketika pertama kali melihat
sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat
yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah
sirna. Sebagian orang sama sekali tidak
menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak
berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada
sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang seharusn-
ya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak
dapat merasa- kan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.
Kesimpulan: wajib
atas manusia untuk menghilangkan segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan
manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran ti- dak
menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai
kebebasan terhadap dirinya
sendiri, dan ia akan bertang-
gung jawab atas dirinya sendiri
di hadapan Allah.
Mesti senantiasa diin- gat bahwa
Allah
menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir, ber- nalar ataupun memahami kebenaran
adalah bagian dari ujian untuknya. Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak
akan berkata,"Kebanyakan manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian
yang mesti berpikir?" Tetapi,
ia akan menerima dan men- jalani ujian tersebut dengan memikirkan tentang
kelalaian orang-orang terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya ter- masuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bu- kanlah alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an,
Allah memberitakan di banyak ayat
bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian
besar manusia
tidak akan beriman
- walaupun kamu sangat menginginkannya."
(QS. Yuusuf, 12: 103)
"Alif laam miim raa.
Ini
adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang
diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan te- tapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS. Ar-Ra’d, 13: 1) "Mereka bersumpah
dengan nama Allah dengan sumpahnya
yang sung- guh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan
orang yang mati".
(Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai su- atu janji
yang benar dari Allah, akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara ma-
nusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya);
maka keban- yakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Fur- qaan, 25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang terse-
sat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka
berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan
kami, keluarkan- lah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang
saleh berlainan den- gan
yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan
umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir
bagi orang yang mau
berpikir, dan (apakah tidak) datang
kepada kamu pemberi
peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi
orang-orang yang dza- lim
seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan dalil di
atas, setiap manusia hendaknya membuang se- gala sesuatu yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian seca- ra
ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan,
serta mengambil pelajaran
dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa
peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan seha- ri-hari. Tujuan kami adalah untuk
memberikan petunjuk tentang
masalah ini kepada para pembaca agar mereka
mampu menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang mereka pikirkan".