Popular Post

Posted by : Unknown Minggu, 01 Desember 2013



SEKELUMIT  TEN TANG  PENGARANG


Dengan nama pena HARUN YAHYA, pengarang telah menulis banyak buku-buku yang berhubungan dengan masalah politik dan agama. Sejumlah besar karya monumentalnya berbicara tentang cara pandang dan ideologi materialistik serta pengaruhnya terhadap se- jarah dan perpolitikan dunia. (Nama pena tersebut berasal dari dua nama Nabi: Harun [Aaron] dan Yahya [John] untuk mengenang dua orang Nabi yang berjuang melawan kekufuran).

Buku-buku karya pengarang: Yahudi dan Freemasonri, Freemasonri dan Kapitalisme, Freemasonri: Agama Syaitan, Anak-Anak Jehovah dan Freemason, Tata Masonik Baru,
'Tangan Rahasia' di Bosnia, Kebohongan Holocaust, Di Balik Tirai Terorisme, Kartu-Kurdi Israel, Strategi Nasional Turki, Moral Qur'ani: Solusi, Permusuhan Darwin Terhadap Bangsa Turki, Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang Diadzab, Zaman Keemasan, Keagungan Warna Ciptaan Allah, Hakikat Kehidupan Dunia, Pengakuan Kaum Evolusionis, Kesalahpahaman Kaum Evolusionis, Al-Qur'an Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan, Desain Pada Alam, Perilaku Pengorbanan Diri dan Kecerdasan Pada Makhluk Hidup, Keabadian Telah Berlangsung, Anakku Darwin Telah Berbohong!, Berakhirnya Darwinisme, Penciptaan Alam Semesta, Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu, Keabadian dan Hakikat Takdir, Keajaiban Atom, Keajaiban Sel, Keajaiban Sistem Kekebalan, Keajaiban Mata, Keajaiban Penciptaan Tumbuhan, Keajaiban Laba-Laba, Keajaiban Nyamuk, Keajaiban Lebah, Keajaiban Semut.

Terdapat pula karya-karyanya dalam bentuk booklet: Misteri Atom, Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Penciptaan, Keruntuhan Materialisme, Berakhirnya Materialisme, Kesalahan Kaum Evolusionis 1, Kesalahan Kaum Evolusionis 2, Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi, Fakta Penciptaan, 20 Pertanyaan Yang Meruntuhkan Teori Evolusi, Kebohongan Terbesar Dalam Sejarah Biologi: Darwinisme.

Karya-karya pengarang yang berhubungan dengan Al-Qur'an: Pernahkah Anda Berpikir Tentang Kebenaran?, Mengabdi Hanya Kepada Allah, Meninggalkan Masyarakat Jahiliyyah, Surga, Teori Evolusi, Nilai Akhlaq Dalam Al-Qur'an, Ilmu Al-Qur'an, Index Al- Qur'an, Hijrah di Jalan Allah, Sifat Munafiq Dalam Al-Qur'an, Rahasia Orang Munafiq, Nama-Nama Allah Yang Agung, Berdakwah dan Berdebat Dalam Al-Qur'an, Konsep- Konsep Dasar Dalam Al-Qur'an, Jawaban-Jawaban Al-Qur'an, Kematian, Kebangkitan dan Neraka, Perjuangan Para Rasul, Syaitan: Musuh Nyata Manusia, Agama Berhala, Agama Kaum Jahiliyyah, Kesombongan Syaitan, Doa Dalam Al-Qur'an, Hari Kebangkitan, Jangan Pernah Lupa, Penilaian Al-Qur'an Yang Terabaikan, Karakter Manusia Dalam Masyarakat Jahiliyyah, Pentingnya Sabar Dalam Al-Qur'an, Pengetahuan Dasar Dari Al-Qur'an, Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3, Pemikiran Dangkal Tentang Kekufuran, Iman Yang Sempurna, Sebelum Menyesal, Perkataan Para Rasul, Kasih Sayang Orang Mukmin, Takut Kepada Allah, Mimpi Buruk Kekafiran, abi Isa Akan Kembali, Al-Qur'an Memberi Keindahan Pada Kehidupan, Kumpulan Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4.




Bagaimana
Seorang Muslim
Berpikir?




Hak Cipta© Harun Yahya 2000 CE
Diterbitkan pertama kali oleh Vural Yayıncılık, Istanbul, Turki - bulan September 1999


Edisi Pertama dalam Bahasa Indonesia diterbitkan bulan Februari 2001


Diterbitkan oleh: Robbani Press
Jl. Kaliasari  Raya  No. 3B, Pasar Rebo, Jakarta 13790, Indonesia
Tel. (62) 021 8770 4917
Fax. (62) 021 8088 3152




Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Tidak diperkenankan untuk mereproduksi sebagian atau keseluruhan isi buku dalam bentuk apapun tanpa izin penerbit.



Oleh Harun Yahya
Diterjemahkan oleh : Catur Sriherwanto






ISBN 979-9078-74-1






Printed and bound by: Secil Ofset in İstanbul
Address: Yüzyıl Mahallesi MAS-SIT Matbaacılar Sitesi
4. Cadde No:77 Bağcılar- İstanbul / TURKEY





Website: http: // www.harunyahya.org - http: // www.harunyahya.com http: // www.harunyahya.net




Bagaimana
Seorang Muslim
Berpikir?






"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Aali ‘Imraan, 3:191)



HARUN YAHYA












K E P A D A   P E M B A C A





Dalam semua buku karya pengarang, bahasan-bahasan yang berhubungan dengan keimanan diuraikan berdasarkan petunjuk ayat- ayat Al-Qur'an, masyarakat diajak untuk mempelajari kalam Allah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Semua pokok bahasan yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah diuraikan dengan cara yang demikian sehingga tidak menyisakan ruang keragu-raguan atau tanda tanya dalam pikiran para pembaca. Penyampaian pesan secara ikhlas, sederhana dan fasih yang digunakan memudahkan setiap orang dari segala umur dan lapisan sosial untuk dapat memahami buku-bukunya. Cara penjelasan yang efektif dan lugas membuat buku-buku tersebut dapat dibaca dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan mereka yang sangat anti terhadap hal-hal yang berbau agama mampu terpengaruhi oleh fakta-fakta yang dipaparkan dalam buku-buku tersebut serta tidak mampu menolak kebenaran isinya.


Buku ini dan juga buku-buku lain karya pengarang dapat dibaca secara individu ataupun dipelajari dalam kelompok sebagai bahan diskusi. Pembacaan buku-buku tersebut dalam sebuah kelompok pembaca yang memiliki keinginan untuk mengambil manfaat darinya akan sangat baik, dalam arti bahwa para pembaca dapat menyampaikan pemahaman dan pengalaman mereka satu sama lain.


Juga, peran serta dalam penyampaian dan pembacaan buku-buku ini, yang ditulis hanya karena mengharap ridha Allah, adalah suatu amal kebaikan terhadap Islam. Semua buku-buku karya pengarang sangat berpengaruh kepada para pembaca. Oleh sebab itu, mereka yang ingin mendakwahkan Islam kepada orang lain, salah satu cara yang efektif



adalah mengajak mereka untuk membaca buku-buku tersebut.



























Pendahuluan   8


Berpikir Mendalam:   12


Tentang Apakah Manusia Biasanya Berpikir?   24


Alasan-Alasan Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir?   28


Hal-hal Yang Perlu Dipikirkan   40


Memikirkan Ayat-ayat Al-Quran   100


Kesimpulan   114



 



ernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebu- ah ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda li- hat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memi- liki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat meng- ganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatn-
ya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan se- perti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang menghancur luluhkan ru- mah, kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang an- da miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demiki- an terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Na- mun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang tera- mat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya seba- gian manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir


10                                 BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?






"Dan  pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia men- gatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mngerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS.  Al- Fajr, 89:23-24)

yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpi- kir tersebut, fakta-fakta yang sam- pai sekarang tidak mampu diketa- huinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi se- tiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Buku ini ditulis dengan tuju- an mengajak manusia "berpikir se-
bagaimana mestinya" dan menga-


rahkan mereka untuk "berpikir sebagaimana mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di du- nia. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tuju- an sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya me- lainkan dengan haq, tetapi kebanyakan  mereka tidak mengetahui." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main  (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembali- kan kepada Kami?" (QS. Al-Mu’minuun, 23:115)
Oleh karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan se- cara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan dirinya, ba- ru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala ke- jadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang ti-




dak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan sega- la amal perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban, tiap ma- nusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan pada hari itu diperlihatkan  neraka Jahannam; dan pada hari itu in- gatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan  (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)
Padahal Allah telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung untuk kemudian mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebe- naran, akan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhi- rat kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan seluruh manusia, me- lalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenung- kan penciptaan diri mereka sendiri dan jagad raya:
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan  tentang (kejadian)  diri mere- ka?, Allah tidak menjadikan  langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentu- kan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ing- kar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)













Cj3erpikir



anyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara men- dalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua tela- pak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sun-
yi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka te- lah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang mem- beratkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk di- pikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turun- kan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkanayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran  orang- orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobo- han". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berba- haya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah  kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al- A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah  mereka peringatan tentang hari penyesalan,  (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka ti- dak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)




Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada ke- benaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengi- kuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mere- ka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Al- lah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golon- gan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padan- ya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah:  "Siapakah  Yang Empunya langit yang tujuh  dan Yang Em- punya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi,  tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab:  "Kepunyaan Allah." Katakanlah:  "(Kalau demi- kian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya  Kami telah membawa kebenarakepada mereka, dan se- sungguhnya mereka benar-benar  orang-orang yang berdusta."  (QSAl- Mu’minuun, 23: 84-90)


Berpikir dapat membebaskan  seseorang daribelenggu sihir
Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari ja- lan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai ma- nusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir be-




rarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, ber- perilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia ti- dak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauh- kan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan seba- gaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan ke- rak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal ku- lit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada la- pisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia ti- dak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak sa- udara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka ba- ca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak ju- ga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ke- pada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apa- bila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permu- kaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus?



Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang men- gapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki
potensi bahaya yang lebih besar di- bandingkan materi bumi terse- but, misalnya: meteor-me-
teor dengan berat berton- ton yang bergerak dengan
leluasa di dalamnya. Bu-
kan tidak mungkin meteor-mete-






Sebagaimana terlihat  pada gambar di atas, di bawah permukaan  bumi terdapat  sebuah lapisan  magma. Akibat
pergerakan  lapisan-lapisan di bagian permukaan,  mag- ma mendorong kerak bumi ke arah permukaan
sehingga  menyebabkan letusan  vulkanik.
Lava yang memancar dari gunung berapi Etna di Itali, yang mele-
turs pada tahun 1992, terli- hat seperti  "sungai api"
(bawah)




or tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengan- cam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sem- purna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, me- miliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya terse- but agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, me- mahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsung- kan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebab- kan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami ba- gaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berak- hir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pe- kerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah se- buah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membeleng- gu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, pen- ginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu ha- ri mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ata-




upun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebu- ah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan se- lama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah ke- benaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa ma- nusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang te- lah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan mere- nung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelala- ian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al- Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Ka- mi singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka peng- lihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat ti- dak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia di- bangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan sega- la amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan di- rinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka berang- gapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tent- ram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk me- rubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengeta- hui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; ma- nusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari be- lenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan me-




mahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah cip- takan setiap saat.


Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khu- sus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri perte- muan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan si- ang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratu- san orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar pe- nampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi me- reka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit men- dalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun, se- muanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menu- ju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-in- dividu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, beker- ja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-























































Kerumunan manusia  ini mengajak  manusia  untuk  merenungkan ciptaan Allah yang agung. Sejak dunia ini ada, Allah telah menciptakan milyaran  wajah manusia  yang berbeda satu sama lain.




anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya me- ninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hi- dup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexi- co, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan ma- ti, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpi- kir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah la- ku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Sese- orang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sung- guh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan per- nah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-


hal semacam ini lah yang dinama- kan orang yang berpikir dan menca- pai kesimpulan yang sangat ber- makna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ke- tika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa me- reka sedang memikirkan segala se- suatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mere- ka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" seti- ap saat semenjak bangun tidur hing- ga kembali ke tempat tidur, dan

"Tiap-tiap yang berji- wa akan merasakan mati. Dan  sesungguh- nya pada hari kiamat sajalah disempur- nakan pahalamu. Barangsiapa di- jauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS.  Aali ‘Imraan,
3:185)




mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beri- man memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lan- git dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau mencip- takan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beri- man adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Il- mu serta Kebijaksanaan Allah.


Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan pe- nampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Al- lah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Al- lah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirin- ya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh se- orang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah da-




lam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melaku- kan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagi- aan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pe- lajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikh- las sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al- Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan  kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pe- lajaran kecuali orang-orang yang kembali  (kepada Allah)." (QS. Ghaafir,
40: 13).




7entang apaknh

....n..u..sia cniasanya cnerpikir?



alam bab terdahulu telah disebutkan bahwa kebanyakan ma- nusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka berpikir dan tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mere-
ka. Namun ada satu hal lagi yang penting untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu selalu terlintas dalam benak ma- nusia setiap saat sepanjang hidupnya. Hampir tidak ada masa, kecuali ke- tika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar kosong. Sayangnya, seba- gian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna, "sia-sia" dan "tidak per- lu", sehingga tidak akan bermanfaat di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk mengingat apa-apa yang telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan memeriksanya dengan seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan se- bagian dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia tertipu. Sebab seca- ra keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak akan mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pi- kiran yang tidak bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman…yaitu…(dan) orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukmi- nun, 23 :1&3) Allah mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah Allah di ayat tersebut juga ber- laku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam benak seseorang. Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk ber- belanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-me- nerus sepanjang hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan un-


26                                 BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?


tuk memikirkan sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan dirinya; me- ningkatkan keimanan, kemampuan berpikir, perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut dijelaskan secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang lalai, dan yang membaca buku ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana disebutkan di buku ini terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke tem- pat kerja atau ke sekolah; atau ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin, mereka tidak lagi berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya mereka akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpi- kir segala sesuatu yang benar-benar berguna bagi diri mereka.
Khayalan yang tidak bermanfaat.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang baik akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau menga- lami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah belajar un- tuk menghadapi ujian kadangkala membuat sebuah skenario sebelum ujian tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya tidak lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh pe- kerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cu- kup, maka ia tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian tersebut akan terbuang percuma. Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi jika anak la- ki-laki teman dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal anaknya be- lum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh dari agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-angan kosong adalah di-




karenakan mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:

"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan mem- bangkitkan  angan-angan kosong pada mereka ..." (QS. An-Nisaa’, 4: 119)
Sebagaimana termaktub dalam ayat di atas, mereka yang terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan Allah, tidak berpikir, dan senan- tiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang tertipu oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan berusaha meninggalkan kondi- si yang demikian, ia akan berada dalam kendali syaitan secara penuh. Sa- tu diantara pekerjaan syaitan yang patut diketahui adalah senantiasa me- nimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam diri ma- nusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan kekhawa- tiran seperti: "apa yang akan saya perbuat jika akan terjadi yang demiki- an" terbentuk dalam benak seseorang akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang buruk ini. Dalam Al-Qur'an, ketika niatan-niatan jahat syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dan mengin- gat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka me- lihakesalahan-kesalahannya. Dan teman-temamereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mere- ka tidak henti-hentinya  (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf, 7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar, sebaliknya mereka yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan se- macam ini tidak akan mendatangkan manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya, menghambat mereka dari memikirkan tentang kebenaran, hal-hal yang penting; dan mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir secara benar jika akalnya telah bebas da- ri pikiran yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan diri dari apapun yang tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.


3aktor{aktor 0!fpaluzh

~ng          ebalJlum Ul1anasia  7it1Jt ~ (".v"e;')rpu.Jt~tr.."



da banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpi- kir. Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mence- gah seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran.
Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka  hanya mengetahui  yang lahir (saja) dari kehidupan  dunia; se- dang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa me- reka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak men- jadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhn- ya kebanyakan  di antara manusia benar-benaingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)


Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang
Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyaki- nannya bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah be- nar. Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebe- naran dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pa- da mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanya- kan orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak mem- biarkan satu orang pun berbicara mengenai masalah ini untuk mengin- gatkan tentang kematian. Seseorang yang berada dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut




menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ke- tidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pen- curian, penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribu- an orang yang membutuhkan bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi ban- yak dari mereka yang membaca berita-berita tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya. Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa yang se- demikian mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan se- enaknya mereka melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tang- gung jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?"


Kemalasan mental

Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan ma- nusia dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu seba- gaimana yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Un- tuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang di- gunakan para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah se- bagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah diajar- kan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan beru- saha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya gu-




na. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penju- al…..dan orang-orang dari latar belakang apapun mempunyai cara bica- ra yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan berpikir. Mereka sekedar meni- ru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemala- san dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah, seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebaga- imana yang telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang wali- kota berusaha mencari jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan ti- dak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidu- pan manusia jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak ma- salah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penye- bab kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir ten- tang tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian se- bagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manu- sia untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyap- lah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat menjadi  orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya  orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni  surga; mereka kekadi dalamnya. Perbandingan  kedua golongan itu (orang- orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelaja- ran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)




"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak da- pat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pela- jaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)


Anggapan bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik
Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpi- kir secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sa- ma lain dengan mengatakan "jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seha- rusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan kebu- rukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus hara- pan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhi- rat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bah- wa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupann- ya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.




Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati ke- berkahan dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan du- nia dengan tidak sempurna dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak kenikmatan untuk ma- nusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat tak terbayangkan lagi ke- indahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang hakiki di akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara mendalam.


Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan apa yang diperoleh dari berpikir
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara ti- dak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bah- wa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan diri.
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang ka- mu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlak- sananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)




Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka da- lam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mere- ka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidu- pan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi ti- dak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya se- kedar menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh ja- lan hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas atau mem- beli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua da- lam hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tu- juan tersebut hanyalah berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu ma- nusia dalam meraih tujuan yang sebenarnya. Menempatkan sarana seba- gai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang diden- gung-dengungkan syaitan kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat di- ragukan bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepa- da Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika se-



seorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana un- tuk mencapai tujuannya, yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia merasa sangat menyesal karena te- lah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah

Satu diantara  faktor  yang paling  penting  dalam menghindarkan manusia  dari berpikir secara mendalam adalah kesibukan yang berlebihan dengan masalah sehari-hari.




menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu seba- gaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan  (hal yang batilsebagaimana  mereka mempercakap- kannya. Mereka itu amalannya menjadi  sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9: 69).


Melihat segala sesuatu dengan "penglihatan yang biasa", sekedar melihat tanpa perenungan
Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, ma- nusia mungkin menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendo- rong mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pen- garuh terhadap dirinya ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana, berbicara, menikma- ti hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup serta meli- hat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan, me- nikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika perta- ma kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk di- autopsi, mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, ram- but yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak se- orang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di be- nak mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa, yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan men- dapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada ak-




hirnya menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanya- kan manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Seba- gai contoh, ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruni- ai kehidupan yang serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan yang indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya, menghangatkan ru- mahnya di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan yang sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan baha- gia. Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki kesemua ini sejak lahir mungkin tak pernah terlalu memikirkan tentang nilai dari semua kenik- matan tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala kenikmatan ini tidak mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikin- ya sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengam- bil semua kenikmatan yang ada darinya. Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan, mereka akan berdoa:
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu men- gatakan:"Maha  Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi ka- mi padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesung- guhnya kami akan kembali  kepada Tuhan kami." (QS.  Az-Zukhruf, 43:
13-14)

Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun atau taman-taman mereka, mereka mengingat Allah seraya berkata, "Atas kehendak  Allah semua ini terwujud, tiada




kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini. Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mung- kin takjub ketika pertama kali melihat sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang seharusn- ya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat merasa- kan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.


Kesimpulan:  wajib atas manusia untuk menghilangkan segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran ti- dak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai kebebasan terhadap dirinya sendiri, dan ia akan bertang- gung jawab atas dirinya sendiri di hadapan Allah. Mesti senantiasa diin- gat bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir, ber- nalar ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya. Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan men- jalani ujian tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya ter- masuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bu- kanlah alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an, Allah memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian  besar manusia tidak akan beriman  - walaupun kamu sangat menginginkannya."  (QS. Yuusuf, 12: 103)




"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan te- tapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS. Ar-Ra’d, 13: 1) "Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sung- guh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan  orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai su- atu janji  yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan  manusia tiada mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan  hujan itu diantara ma- nusia supaya mereka mengambil  pelajaran (dari padanya); maka keban- yakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Fur- qaan, 25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang terse- sat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkan- lah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan den- gan yang telah kami kerjakan".  Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir  bagi orang yang mau berpikir,  dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi  peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dza- lim seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang se- gala sesuatu yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian seca- ra ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan seha- ri-hari. Tujuan kami adalah untuk memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang mereka pikirkan".





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © danianggara - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -