- Back to Home »
- resensi novel dalam dekapan ukhuwah
Posted by : Unknown
Jumat, 29 November 2013
Nama : Dani Anggara
NPM : 13732010
Program Studi : Mekanisasi
Pertanian
RESENSI NOVEL DALAM DEKAPAN UKHUWAH
1. Judul resensi
Dalam Dekapan Ukhuwah
2. Identitas Novel
Judul Buku : Dalam
Dekapan Ukhuwah
Penulis : Salim A.
Fillah
Tahun Terbit : 2010
Penerbit : Pro-U Media,
Yogyakarta
Jumlah Halaman : 472
3. Sinopsis
Secara ringkas, buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang ditulis oleh Salim A.
Fillah memuat tentang bagaimana ukhuwah (persaudaraan) yang seharusnya. Pada
halaman 464, Salim menjelaskan bahwa bukunya mengandung tiga gagasan. Pertama,
dalam dekapan ukhuwah, iman kita diukur dengan mutu hubungan yang kita jalin.
Seorang mukmin adalah seorang yang sesame aman dari gangguannya, merasakan
ramah dan akhlaknya, serta menikmati kemanfaatan harta dan jiwanya.
Kedua, seiring itu, sebuah hubungan dalam dekapan ukhuwah harus didasarkan
pada iman. Sebab segala jalinan yang jauh dari iman pasti sia-sia di sisi-Nya.
Atau dia menjadi penyesalan yang takputus-putus. Atau menjadi permusuhan yang
di hadapan pengadilan akhirat; saling tuduh, saling tuntut, dan saling
menyalahkan. Aduhai celaka aku, keluh sang kekasih tanpa iman, Andai saja
takkujadikan si Fulan sebagai kawan mesraku!
Ketiga, bahwa baik iman maupun ukhuwah bukanlah hal yang semula jadi dan
bisa muncul sendiri. Hubungan antara keduanya bukanlah kaidah sebab-akibat.
Keduanya adalah pemahaman sekaligus keterampilan. Keduanya perlu ikhitiar dan
kerja-kerja. Keduanya dihadirkan dalam diri dengan upaya. Kita harus
mempelajari ilmunya, memahami makna-makna, memperhatikan kaidahnya, melatih,
dan mengamalkannya di alam pergaulan.
Dalam Dekapan Ukhuwah (selanjutnya DDU) merupakan karya ketujuh Salim A.
Fillah setelah buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Agar Bidadari Cemburu
Padamu, GueNeverDie, Bahagianya Merayakan Cinta, Saksikan Bahwa Aku Seorang
Muslim, dan Jalan Cinta Para Pejuang. Berbeda dengan buku-buku sebelumnya, buku
DDU nampaknya sengaja ditulis oleh penulis sebagai bentuk cintanya terhadap
dakwah bersama saudara-saudaranya yang dibalut dalam ikatan ukhuwah.
Banyak orang yang mengaku mengenal saudaranya? Banyak orang yang
beranggapan bahwa ia telah membangun hubungan yang baik dengan seorang teman,
kemudian menjadi sahabat, dan pada pada akhirnya menjadi saudara? Namun,
agaknya terkadang banyak yang lupa bagaimana membingkai persaudaraan dengan
bingkai iman? DDU bukanlah buku tuntunan untuk menjadi saudara yang baik atau
mengemas persaudaraan agar tetap utuh. Tidak, tidak sama sekali. Namun, DDU
bicara bagaimana hakiki persaudaraannya yang sebenarnya dalam perspektif Islam.
Bukan persaudaraan utopis, bukan persaudaraan palsu, atau bahkan persaudaraan
yang naf.
Penulis menyampaikan gagasan tentang ukhuwah kepada pembaca dengan sangat
baik. Penulis mahir mengkombinasikan diksi yang puitis dan ilmiah. Tidak hanya
itu, keunikan dari buku DDU ini adalah, pembaca tidak dipaksa memakai kaca mata
kuda untuk mengikuti apa yang dia pikirkan. Namun, penulis mengajarkan tentang
ukhuwah melalui berbagai hikmah dan analogi. Misalnya bagaimana persaudaraan
yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah, Muhammad saw, keluarganya,
sahabat-sahabatnya, tabiin, orang sholeh, dan invisible hands yang hidup pada
masa sekarang.
Sebagai pembaca, kita dibuat meneteskan mata, perasaan teraduk-aduk, mengharu
biru, bergelora penuh semangat, dan takjarang tersentil karena pada
kenyataannya kita (baca: pembaca) belum bisa mengaplikasikan apa yang telah
dicontohkan oleh orang-orang penuh cinta karena Allah. Lantas, apa yang kita
dapat setelah membaca buku ini? Kita lebih banyak merenung, lebih banyak
menangis, dan gelisah karena kita belum bisa menjadi saudara yang terbaik.
Dalam Dekapan Ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya
di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang
saling mencinta. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Dalam
Islam, untuk bisa mengenal baik karakter seseorang dengan cara berniaga
dengannya, bermalam dengannya, berperjalanan jauh dengannya, serta mengetahui
siapa sahabat terdekatnya.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Sebagai resentator, saya
berani katakan bahwa buku ini adalah salah satu buku terbaik yang pernah saya
buku. Buku ini mengubah pola pikir, buku ini berpengaruh dalam hidup saya, dan
buku ini baik untuk dibaca oleh siapa pun yang menginginkan kebaikan cinta-Nya.
Di buku ini, Dalam Dekapan Ukhuwah, kita ingin meninggalkan bayang-bayang
Narcissus. Kita ingin kecintaan pada diri berhijrah menjadi cinta sesama yang
melahirkan peradaban cinta. Dari Narcissus yang dongeng, kita menuju Muhammad
yang menyejarah. Pribadi semacam Sang Nabi ini yang akan menjadi telisik
pembelajaran kita. Inilah pribadi pencipta ukhuwah, pribadi perajut
persaudaraan, pembawa kedamaian, dan beserta itu semua; pribadi penyampai kebenaran.
Tak ayal, kita harus memulainya dari satu kata. Iman. Karena ada tertulis,
yang mukmin lah yang bisa bersaudara dengan ukhuwah sejati. Iman itu pembenaran
dalam hati, ikrar dengan lisan, dan amal dengan perbuatan. Kita faham bahwa
yang di hati tersembunyi, lisan bisa berdusta, dan amal bisa dipura-pura. Maka
Allah dan RasulNya telah meletakkan banyak ukuran iman dalam kualitas hubungan
kita dengan sesama. Setidaknya, terjaganya mereka dari gangguan lisan dan
tangan kita. Dan itulah batas terrendah dalam dekapan ukhuwah.
Dalam dekapan ukhuwah kita menghayati pesan Sang Nabi. “Jangan kalian saling membenci”, begitu beliau bersabda seperti dicatat Al Bukhari dalam Shahihnya, “Jangan kalian saling mendengki, dan jangan saling membelakangi karena permusuhan dalam hati.. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara..”
Dalam dekapan ukhuwah kita menghayati pesan Sang Nabi. “Jangan kalian saling membenci”, begitu beliau bersabda seperti dicatat Al Bukhari dalam Shahihnya, “Jangan kalian saling mendengki, dan jangan saling membelakangi karena permusuhan dalam hati.. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara..”
Dalam dekapan ukhuwah kita mendaki menuju puncak segala hubungan, yakni
taqwa. Sebab, firmanNya tentang penciptaan insan yang berbangsa dan
bersuku-suku untuk saling mengenal ditutup dengan penegasan bahwa kemuliaan
terletak pada ketaqwaan. Dan ada tertulis, para kekasih di akhirat kelak akan
menjadi seteru satu sama lain, kecuali mereka yang bertaqwa.
Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Jadilah ia persaudaraan kita; sebening prasangka, sepeka nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji.
Dalam dekapan ukhuwah, kita akan mengeja makna-makna itu, menjadikannya bekal untuk menjadi pribadi pencipta ukhuwah, pribadi perajut persaudaraan, pembawa kedamaian, dan beserta itu semua; pribadi penyampai kebenaran. Dalam dekapan ukhuwah, kita tinggalkan Narcissus yang dongeng menuju Muhammad yang mulia dan nyata. Namanya terpuji di langit dan bumi.
Dalam dekapan ukhuwah, kita mengambil cinta dari langit. Lalu menebarkannya di bumi. Sungguh di surga, menara-menara cahaya menjulang untuk hati yang saling mencinta. Mari membangunnya dari sini, dalam dekapan ukhuwah. Jadilah ia persaudaraan kita; sebening prasangka, sepeka nurani, sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji.
Dalam dekapan ukhuwah, kita akan mengeja makna-makna itu, menjadikannya bekal untuk menjadi pribadi pencipta ukhuwah, pribadi perajut persaudaraan, pembawa kedamaian, dan beserta itu semua; pribadi penyampai kebenaran. Dalam dekapan ukhuwah, kita tinggalkan Narcissus yang dongeng menuju Muhammad yang mulia dan nyata. Namanya terpuji di langit dan bumi.
-----
karena beda antara kau dan aku sering jadi sengketa
karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran
karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus
sejuta kebaikan yang lalu
wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali:
“jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”
mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
menjadi kepompong dan menyendiri
berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam
bertafakkur bersama iman yang menerangi hati
hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia
lalu dengan rindu kita kembali ke dalam dekapan ukhuwah
mengambil cinta dari langit dan menebarkannya di bumi
dengan persaudaraan suci; sebening prasangka, selembut nurani,
sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji
karena kehormatan diri sering kita tinggikan di atas kebenaran
karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus
sejuta kebaikan yang lalu
wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali:
“jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”
mungkin lebih baik kita berpisah sementara, sejenak saja
menjadi kepompong dan menyendiri
berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam
bertafakkur bersama iman yang menerangi hati
hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari
melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia
lalu dengan rindu kita kembali ke dalam dekapan ukhuwah
mengambil cinta dari langit dan menebarkannya di bumi
dengan persaudaraan suci; sebening prasangka, selembut nurani,
sehangat semangat, senikmat berbagi, dan sekokoh janji
Buku ini adalah renungan-renungan sederhana tentang bagaimana mem-bangkitkan kembali kekuatan ummat yang hari ini terserak-serak bagai buih tak berarti. Tentu saja tak hendak muluk, semua ikhtiar itu dimulai dari dalam diri kita. Di sini, kita menginsyafi bahwa iman berbanding lurus dengan kualitas hubungan yang kita jalin pada sesama. Juga bahwa tiap hubungan yang tak didasari iman akan jadi sia-sia. Dan baik iman maupun ukhuwah, memerlukan upaya untuk meneguhkan dan menyuburkannya.