- Back to Home »
- Agama islam , Artikel »
- Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut
Posted by : Unknown
Jumat, 13 Desember 2013
Detik-detik
Rasulullah SAW menjelang sakratul maut
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan
Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai
menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah,
"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.
Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah
dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah
yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman
menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu
telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah
hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan
tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan
sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan
menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu
Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah
tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata
Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,"
tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang
menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan
kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu
dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?"
Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah
terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata jibril.
Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya
Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali
umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah
peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut
ini."
Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah
direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit
yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai
dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan
hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum
bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni
orang-orang lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat
saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii,
ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah
kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim
'alaihi